Marhaban Yaa Ramadhan
Mohon maaf atas segala khilaf dan dosa.
Ramdhan nan indah tlah datang menyapa dengan
berkah dan pahalanya yang melimpah...
Salah satu amalan pahala yg indah dari Allah SWT adalah SHALAT
TARAWIH.
Arti Tarawih
Sesungguhnya arti Tarawih adalah Bersenang-senang dalam
lughat bahasa arab. Sembahyang Tarawih berarti adalah sembahyang dengan
senang hati dilakukannya sesudah sembahyang Isya. Selain itu sembahyang Tarawih
mempunyai arti diberi kelonggaran waktunya dan bilangan rakaatnya
dengan segala senang hati.
Fadhilah (Keutamaan) Shalat Tarawih
Hadits dari Sayidina Ali bin Abi Thalib R.D.A, beliau
berkata:
Rasulullah SAW telah
ditanya dari hal keutamaan pahala sembahyang tarawih, dan Rasulullah menjawab
bahwa pada masing-masing malam memiliki keutamaan:
(disini yang saya tuliskan hanya arti dari masing2 hadits,
untuk lebih jelasnya terdapat didalam kitab Durrotun Naashihiin oleh
ustadz
Utsman bin Hasan bin Ahmad Alkhobowi, hal 18)
Malam ke-1
Orang tsb keluar dari dosanya seperti dihari ia
dilahirkan oleh ibunya
Malam ke-2
Diampuni dosanya bagi ibu bapaknya jika keduanya orang mukmin
Malam ke-3
Menyeru malaikat yang berada di bawah arasy:
"Tingkatkanlah beramal! Allah akan mengampuni apa yang telah engkau perbuat dari dosamu itu"
Malam ke-4
Baginya pahala seperti membaca Taurat, Zabur,Injil dan AlQuran
Malam ke-5
Allah berikan dia pahala seperti orang sembahyang di Masjidil Haram, di Masjid Madinah dan Masjidil Aqso
Malam ke-6
Allah berikan ia pahala orang yang Thawaf di Baitul Makmur (yang berada dilangit ketujuh) dan akan memintakan ampun dosanya tiap-tiap batu dan butir pasir
Malam ke-7
Mendapat pahala seperti membantu perjuangan Nabi Musa a.s, serta menolongnya mengalahkan fira€ ’²un dan Haman.
Malam ke-8
Allah Ta'ala karuniakan dia seperti apa yang dikaruniakan kepada Nabi Ibrahim a.s
Malam ke-9
Mendapat pahala seperti ibadat Nabi Muhammad SAW kepada Allah SWT.
Malam ke-10
Allah Ta'ala karuniakan kebajikannya banyak didunia dan akhirat
Malam ke-11
Ke luar ia dari dunia (wafat) seperti hari ia
dilahirkan dari perut ibunya
Malam ke-12
Datang bangkit dihari kiamat sedang mukanya bercahaya
seperti bulan di malam tanggal empat belas hari (bulan purnama)
Malam ke-13
Datang di hari kiamat aman dari tiap-tiap keburukan
Malam ke-14
Datang para malaikat menjadi saksi baginya bahwa ia betul melakukan sembahyang tarawih. Maka karena itu ia tidak dikenakan hisab di hari kiamat.
Malam ke-15
Mendoakan para malaikat yang menanggung arsy dan kursi
Malam ke-16
Allah tuliskan baginya aman dari api neraka, dan diberi
kebebasan untuk masuk surga
Malam ke-17
Diberi pahala seperti pahala para Nabi.
Malam ke-18
Menyeru malaikat padanya "Hai hamba Allah!
Sesungguhnya Allah betul-betul telah meridhai-mu dan kepada ibu bapakmu"
Malam ke-19
Allah meninggikan derajatnya di surga firdaus
Malam ke-20
Diberikan dia pahala syuhada dan orang-orang shalih.
Malam ke-21
Allah Ta€ ’²ala buatkan untuknya sebuah rumah dari cahaya di dalam surga
Malam ke-22
Orang tsb datang di hari kiamat aman dari tiap-tiap macam duka cita dan kekuatiran
Malam ke-23
Allah Ta€ ’²ala buatkan dia sebuah kota di dalam surga
Malam ke-24
Adalah baginya tersedia duapuluh empat macam doa mustajaabah
Malam ke-25
Allah Ta'ala mengangkat siksaan dari dalam kuburnya
Malam ke-26
Allah tiongkatkan pahala ibadat 40 tahun
Malam ke-27
Orang tersebut melintas di atas shirat di hari kiamat seperti kilat
Malam ke-28
Allah tinggikan pangkatnya di dalam surga seribu derajat
Malam ke-29
Allah berikan pahala 1000 haji yang maqbul
Malam ke-30
Allah berfirman nanti kepadanya "Ya hambaKu!Silahkan
engkau makan buah-buahan surga dan mandilah air sungai (Salsabil) dan minumlah air telaga (Alkautsar) Aku ini Tuhanmu, dan engkau adalah hambaKu" Demikian teman-teman,
tentang kebesaran fadhilah sembahyang tarawih dari awal bulan ramadhan sampai yang paling akhir.
Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa kita semua dan
melimpahkan segala berkahnya di bulan yang suci dan indah ini......
Amien Ya Rabbal Alamien....
Senin, 24 Agustus 2009
Aroma Dosa
Hindarilah kebiasaan berbohong, karena kebohongan akan melahirkan kelemahan-kelemahan dan jiwa pengecut. Sedangkan kejujuran
akan melahirkan keberanian. Sahabat Nabi SAW, AbuBakar as Shiddiq pernah menyampaikan sebuah hadits:“Kejujuran adalah amanah, sedangkan kebohongan adalah khianat“.
Apabila seluruh anggota tubuh kita khianati, tidak mau peduli dengan aturan-aturan Allah, ketika makan, istirahat, bekerja, maka akan mengakibatkan badan sakit. Begitu juga halnya hati kita “akan sakif apabila kita tidak mau ikut aturan-aturan-Nya.
Mohammad bin Wahsy, pernah berkata dalam muhasabahnya (perenungannya): “Seandainya dosa itu mempunyai aroma, tentu semua orang tidak akan senang duduk bersama saya“.
Bayangkan kalau dosa itu mempunyai aroma, maka semua orang tidak akan bisa hidup tenang, karena masih mencium bau busuknya. Apalagi efek sampingnya terhadap anggota tubuh kita, misalnya, ketika kita memakan hasil korupsi, lalu perut kita tiba-tiba buncit. Atau ketika kita selingkuh atau berzina lalu hidung kita menjadi belang, ketika mata kita suka melihat aurat wanita lalu mata kita tiba-tiba buta. Tentu semua orang tidak akan melakukan perbuatan dosa.
Tepatlah ucapan Imam Ghazali: “Dosa itu bagaikan debu yang menempel di kaca. Maka pandai-pandailah membersihkan kaca itu “. Firman Allah SWT: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya ” (QS. Asy-Syams: 9-10).
Kita bertambah yakin apabila hati kita bersih, Hati yang bersih akan memunculkan kedamaian, ketentraman, dan kesejukan. ltulah hati yang telah memperoleh percikan surga. Kalau situasi dan kondisi semacam itu telah terwujud dalam kehidupan sehari-hari, alangkah indahnya hidup.
Suasana kedamaian dan kasih sayang begitu terasa dalam kehidupan. Kehidupan keluarga (rumah tangga) penuh dengan nila-nilai kerukunan, di kantor (tempat kerja) pun telah tercipta suasana keharmonisan (kondusif), saling tegur sapa berlangsung sedemikian akrab, dengan tutur kata yang santun, sepanjang masa serasa berada di sebuah negara Baldatun toyyibatun warrabbun ghafur (Negara indah yang penuh dengan nilai-nilai keampunan dari Allah yang Maha Pengatur).
Tidak Sia-sia
Ada tiga yang tidak akan kembali, Kata-kata apabila telah diucapkan, waktu apabila telah berlalu, dan kesempatan yang terabaikan. Oleh karena itu, janganlah kita menyia-nyiakan umur dengan hanya menimbun dosa, lebih baik memperbanyak amal shaleh (berbuat kebajikan), yang nantinya akan mendapat pahala, yang merupakan jalan lebar menuju surga.
Setiap manusia tentu menginginkan surga karena ia adalah tempat bahagia, disediakan bagi orang-orang yang selalu meningkatkan kualitas taqwa dan kesabarannya. Untuk itu diperlukan gairah yang optimistis, menjadi manusia yang selalu condong untuk melakukan amal-amal shalih (kebajikan), sebagaimana yang telah difirmankan Allah SWT:
“Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga, dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun ” (QS. An Nisa: 124).
Apabila seseorang telah condong kepada kebaikan dengan dasar kejujuran, dan ia ingin beraudiensi (bertemu) dengan Allah SWT, maka ia akan terhindar dari noda-noda, terhindar dari kepalsuan, terhindar dari amal-amal buruk.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW dalam rangka menjawab pertanyaan seorang sahabatnya, Abu Darda: “Ya Rasulullah, mungkinkah seorang mukmin mencuri? ”
Kata Nabi SAW: “Ya, kadang-kadang”.
la bertanya lagi: “Mungkinkah mereka (mukmin) berzina? “.
Kata Nabi SAW: “Mungkin saja”.
Abu Darda bertanya lagi: “Mungkinkah mereka (mukmin) berdusta? ”
Nabi SAW menjawab dengan ayat Al-Qur ‘an: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta” (QS. An-Nahl: 105)
Maka, apabila seorang mukmin sudah tercium bau kebohongannya, dia bukanlah seorang mukmin, melainkan dia (hanyalah) orang Islam. Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT: “Bahwa orang-orang Arab Baduwi itu berkata: Kami telah beriman. (Allah berfirman) Katakanlah (kepada mereka): kamu belum beriman, tetapi katakanlah kami telah tunduk. karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (QS. Al Hujuraat: 14)
Jujur dan Bohong
Hanya orang-orang yang kuat imannya yang tidak bisa tercium aroma dosa mengontrol diri dengan menghindari tempat-tempat maksiat. Mendobrak belenggu nafsu, ingin segara masuk ke dalam hati nurani. Di saat itulah seorang mukmin akan menemukan cahaya ilahi, yang sempat terlepas dari dirinya.(s.a.m.)
akan melahirkan keberanian. Sahabat Nabi SAW, AbuBakar as Shiddiq pernah menyampaikan sebuah hadits:“Kejujuran adalah amanah, sedangkan kebohongan adalah khianat“.
Apabila seluruh anggota tubuh kita khianati, tidak mau peduli dengan aturan-aturan Allah, ketika makan, istirahat, bekerja, maka akan mengakibatkan badan sakit. Begitu juga halnya hati kita “akan sakif apabila kita tidak mau ikut aturan-aturan-Nya.
Mohammad bin Wahsy, pernah berkata dalam muhasabahnya (perenungannya): “Seandainya dosa itu mempunyai aroma, tentu semua orang tidak akan senang duduk bersama saya“.
Bayangkan kalau dosa itu mempunyai aroma, maka semua orang tidak akan bisa hidup tenang, karena masih mencium bau busuknya. Apalagi efek sampingnya terhadap anggota tubuh kita, misalnya, ketika kita memakan hasil korupsi, lalu perut kita tiba-tiba buncit. Atau ketika kita selingkuh atau berzina lalu hidung kita menjadi belang, ketika mata kita suka melihat aurat wanita lalu mata kita tiba-tiba buta. Tentu semua orang tidak akan melakukan perbuatan dosa.
Tepatlah ucapan Imam Ghazali: “Dosa itu bagaikan debu yang menempel di kaca. Maka pandai-pandailah membersihkan kaca itu “. Firman Allah SWT: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya ” (QS. Asy-Syams: 9-10).
Kita bertambah yakin apabila hati kita bersih, Hati yang bersih akan memunculkan kedamaian, ketentraman, dan kesejukan. ltulah hati yang telah memperoleh percikan surga. Kalau situasi dan kondisi semacam itu telah terwujud dalam kehidupan sehari-hari, alangkah indahnya hidup.
Suasana kedamaian dan kasih sayang begitu terasa dalam kehidupan. Kehidupan keluarga (rumah tangga) penuh dengan nila-nilai kerukunan, di kantor (tempat kerja) pun telah tercipta suasana keharmonisan (kondusif), saling tegur sapa berlangsung sedemikian akrab, dengan tutur kata yang santun, sepanjang masa serasa berada di sebuah negara Baldatun toyyibatun warrabbun ghafur (Negara indah yang penuh dengan nilai-nilai keampunan dari Allah yang Maha Pengatur).
Tidak Sia-sia
Ada tiga yang tidak akan kembali, Kata-kata apabila telah diucapkan, waktu apabila telah berlalu, dan kesempatan yang terabaikan. Oleh karena itu, janganlah kita menyia-nyiakan umur dengan hanya menimbun dosa, lebih baik memperbanyak amal shaleh (berbuat kebajikan), yang nantinya akan mendapat pahala, yang merupakan jalan lebar menuju surga.
Setiap manusia tentu menginginkan surga karena ia adalah tempat bahagia, disediakan bagi orang-orang yang selalu meningkatkan kualitas taqwa dan kesabarannya. Untuk itu diperlukan gairah yang optimistis, menjadi manusia yang selalu condong untuk melakukan amal-amal shalih (kebajikan), sebagaimana yang telah difirmankan Allah SWT:
“Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga, dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun ” (QS. An Nisa: 124).
Apabila seseorang telah condong kepada kebaikan dengan dasar kejujuran, dan ia ingin beraudiensi (bertemu) dengan Allah SWT, maka ia akan terhindar dari noda-noda, terhindar dari kepalsuan, terhindar dari amal-amal buruk.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW dalam rangka menjawab pertanyaan seorang sahabatnya, Abu Darda: “Ya Rasulullah, mungkinkah seorang mukmin mencuri? ”
Kata Nabi SAW: “Ya, kadang-kadang”.
la bertanya lagi: “Mungkinkah mereka (mukmin) berzina? “.
Kata Nabi SAW: “Mungkin saja”.
Abu Darda bertanya lagi: “Mungkinkah mereka (mukmin) berdusta? ”
Nabi SAW menjawab dengan ayat Al-Qur ‘an: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta” (QS. An-Nahl: 105)
Maka, apabila seorang mukmin sudah tercium bau kebohongannya, dia bukanlah seorang mukmin, melainkan dia (hanyalah) orang Islam. Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT: “Bahwa orang-orang Arab Baduwi itu berkata: Kami telah beriman. (Allah berfirman) Katakanlah (kepada mereka): kamu belum beriman, tetapi katakanlah kami telah tunduk. karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (QS. Al Hujuraat: 14)
Jujur dan Bohong
Hanya orang-orang yang kuat imannya yang tidak bisa tercium aroma dosa mengontrol diri dengan menghindari tempat-tempat maksiat. Mendobrak belenggu nafsu, ingin segara masuk ke dalam hati nurani. Di saat itulah seorang mukmin akan menemukan cahaya ilahi, yang sempat terlepas dari dirinya.(s.a.m.)
Minggu, 23 Agustus 2009
Cinta Yang HAKIKI
Cinta memang sebuah kata yang unik. Manusia tenggelam dalam kesesatan dan kedurjanaan gara-gara cinta. Manusia tidak kuat menanggung hidup ini dan akhirnya rela menghabisi nyawa sendiri gara-gara cinta.
Manusia rela menohok kawan, menjilat atasan menginjak yang lemah gara-gara cinta. Pasangan muda-mudi melarikan diri dari orang tua dan durhaka kepadanya, gara-gara cinta. Kata cinta mewakili sebuah perasaan yang menakjubkan.
Cinta merupakan sumber kebahagiaan, cinta merupakan sumber pengorbanan, cintasumberkehancuran, cinta sumber kemuliaan, cinta siunber keselamatan, dan seterusnya, dan cinta adalah anugerah dari Yang Maha Agung, yaitu Yang menjadi sumber cinta dan segala kecintaan. Maka harus hati-hati dengan cinta. Manakah cinta yang mampu membangkitkan semangat mencapai kemuliaan hidup? Cinta yang manakah yang hakiki?
Manusia mencintai sesuatu karena berbagai sebab. Manusia cinta pada bunga, karena bunga itu indah warnanya menyejukkan hati siapa yang memandangnya Keindahan dan semerbaknya harum bunga menarik simpati manusia untuk menyukai dan mencintainya. Demikian juga manusia mencintai harta benda, karena harta adalah sarana untuk mempertahankan hidup dan mencapai kebahagiaan.
Kalau manusia dapat mencintai keindahan bunga, harta benda, anak-anak, wanita yang cantik, namun mengapa manusia tidak dapat mencintai yang menciptakan itu semua?
Ya, kebanyakan manusia teramat bodoh, ia mampu mencintai segala sesuatu di dunia ini dengan sepenuh hatinya, ia berani berkorban apa saja, ia rela jiwa dan raga diperas untuk memenuhi kecintaan terhadap benda-benda tersebut. Meski tak jarang karena benda-benda yang dicintainya itu, harta, wanita dan tahta ia justru terjerumus kepada perbuatan nista.
Sejatinya mencintai segala sesuatu di dunia ini harus dapat menghantarkan seseorang kepada mencintai Yang Menciptakan itu semua, cinta yang membuahkan cinta kepada Sang Khaliq, yang berhak untuk lebih dicintai.
Mencintai segala sesuatu di dunia ini hanyalah khayali, bukan hakiki. Mencintai sesuatu yang tidak didasari cinta kepada Ailah SWT yang menciptakan sesuatu itu hanya akan membuahkan kerugian.
Allah SWT berfirman, “Katakanlah: ‘Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasui-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya’. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik” (QS. At-Taubah [9]: 24).
Dalam ayat yang lain Allah SWT tegaskan bahwa orang-orang yang beriman lebih mencintai Allah dari yang lainnya, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah…” (QS. Al-Baqarah[2]:165).
Tanda-tanda Cinta
Dalam kitab Ihya Imam al-Ghazali menyampaikan setidaknya ada beberapa tanda-tanda cinta, diantaranya:
1. Senang bertemu dengan Yang dicintai
Sudahkah diri kita merasa gembira apabila bertemu dengan-Nya?. Khusyu’kah sholat kita?. Merasa tentramkah ketika berdialog dengan-Nya?. Ataukah sebaliknya?.
2. Suka berdzikir, ingat kepadanya
Dzikir lisan, dzikir batin, dzikir perbuatan, semuanya menyatu dalam diri pecinta. Di mana pun, kapan pun dan dalam situasi bagaimana pun, senantiasa ingat kepadanya. Dalam keadaan duduk, berdiri, berbaring, ia selalu menyebut asma’-Nya. Baik di rumah, di kantor, saat berekreasi, ia tak luput dari mengingat-Nya. Dapatkah kita sebut seseorang itu tengah jatuh cinta sementara ia jarang sekali mengingat, apalagi menyebut-nyebut-Nya.
3. Takut berpaling, takut tertandingi dan takut dijauhkan
Para pecinta, pasti akan merasakan ketakutan bila suatu saat ia akan dipalingkan dari yang dicintainya, takut pula terhalangi dan dijauhkan dari yang dicintainya.
4. la merasakan kenikmatan yang tak terhingga dalam ketaatan dan tak ingin keluar dari ketaatan itu.
Manusia yang tengah dimabok cinta kepada Allah SWT, segala perintah-Nya dijalankan tanpa payah sedikitpun. la rela dan pasrah berserah diri. dia ikhlas tanpa paksaan dalam menjalankan perintah-perintah-Nya.
5. Tidak bersedih hati atas segala sesuatu yang luput darinya, kecuali Allah SWT.
Manusia yang tengah jatuh cinta, yang diinginkannya hanyalah yang dicintainya, yang lain-lain boleh luput darinya, tapi dia tak menginginkan yang dicintainya luput darinya.
Itulah sekelumit tentang cinta kepada Sang Khaliq, yang menciptakan fitrah mencintai. Semoga kita termasuk orang-orang yang menjadikan cinta kita hanya untuk dan karena-Nya.
Manusia rela menohok kawan, menjilat atasan menginjak yang lemah gara-gara cinta. Pasangan muda-mudi melarikan diri dari orang tua dan durhaka kepadanya, gara-gara cinta. Kata cinta mewakili sebuah perasaan yang menakjubkan.
Cinta merupakan sumber kebahagiaan, cinta merupakan sumber pengorbanan, cintasumberkehancuran, cinta sumber kemuliaan, cinta siunber keselamatan, dan seterusnya, dan cinta adalah anugerah dari Yang Maha Agung, yaitu Yang menjadi sumber cinta dan segala kecintaan. Maka harus hati-hati dengan cinta. Manakah cinta yang mampu membangkitkan semangat mencapai kemuliaan hidup? Cinta yang manakah yang hakiki?
Manusia mencintai sesuatu karena berbagai sebab. Manusia cinta pada bunga, karena bunga itu indah warnanya menyejukkan hati siapa yang memandangnya Keindahan dan semerbaknya harum bunga menarik simpati manusia untuk menyukai dan mencintainya. Demikian juga manusia mencintai harta benda, karena harta adalah sarana untuk mempertahankan hidup dan mencapai kebahagiaan.
Kalau manusia dapat mencintai keindahan bunga, harta benda, anak-anak, wanita yang cantik, namun mengapa manusia tidak dapat mencintai yang menciptakan itu semua?
Ya, kebanyakan manusia teramat bodoh, ia mampu mencintai segala sesuatu di dunia ini dengan sepenuh hatinya, ia berani berkorban apa saja, ia rela jiwa dan raga diperas untuk memenuhi kecintaan terhadap benda-benda tersebut. Meski tak jarang karena benda-benda yang dicintainya itu, harta, wanita dan tahta ia justru terjerumus kepada perbuatan nista.
Sejatinya mencintai segala sesuatu di dunia ini harus dapat menghantarkan seseorang kepada mencintai Yang Menciptakan itu semua, cinta yang membuahkan cinta kepada Sang Khaliq, yang berhak untuk lebih dicintai.
Mencintai segala sesuatu di dunia ini hanyalah khayali, bukan hakiki. Mencintai sesuatu yang tidak didasari cinta kepada Ailah SWT yang menciptakan sesuatu itu hanya akan membuahkan kerugian.
Allah SWT berfirman, “Katakanlah: ‘Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasui-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya’. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik” (QS. At-Taubah [9]: 24).
Dalam ayat yang lain Allah SWT tegaskan bahwa orang-orang yang beriman lebih mencintai Allah dari yang lainnya, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah…” (QS. Al-Baqarah[2]:165).
Tanda-tanda Cinta
Dalam kitab Ihya Imam al-Ghazali menyampaikan setidaknya ada beberapa tanda-tanda cinta, diantaranya:
1. Senang bertemu dengan Yang dicintai
Sudahkah diri kita merasa gembira apabila bertemu dengan-Nya?. Khusyu’kah sholat kita?. Merasa tentramkah ketika berdialog dengan-Nya?. Ataukah sebaliknya?.
2. Suka berdzikir, ingat kepadanya
Dzikir lisan, dzikir batin, dzikir perbuatan, semuanya menyatu dalam diri pecinta. Di mana pun, kapan pun dan dalam situasi bagaimana pun, senantiasa ingat kepadanya. Dalam keadaan duduk, berdiri, berbaring, ia selalu menyebut asma’-Nya. Baik di rumah, di kantor, saat berekreasi, ia tak luput dari mengingat-Nya. Dapatkah kita sebut seseorang itu tengah jatuh cinta sementara ia jarang sekali mengingat, apalagi menyebut-nyebut-Nya.
3. Takut berpaling, takut tertandingi dan takut dijauhkan
Para pecinta, pasti akan merasakan ketakutan bila suatu saat ia akan dipalingkan dari yang dicintainya, takut pula terhalangi dan dijauhkan dari yang dicintainya.
4. la merasakan kenikmatan yang tak terhingga dalam ketaatan dan tak ingin keluar dari ketaatan itu.
Manusia yang tengah dimabok cinta kepada Allah SWT, segala perintah-Nya dijalankan tanpa payah sedikitpun. la rela dan pasrah berserah diri. dia ikhlas tanpa paksaan dalam menjalankan perintah-perintah-Nya.
5. Tidak bersedih hati atas segala sesuatu yang luput darinya, kecuali Allah SWT.
Manusia yang tengah jatuh cinta, yang diinginkannya hanyalah yang dicintainya, yang lain-lain boleh luput darinya, tapi dia tak menginginkan yang dicintainya luput darinya.
Itulah sekelumit tentang cinta kepada Sang Khaliq, yang menciptakan fitrah mencintai. Semoga kita termasuk orang-orang yang menjadikan cinta kita hanya untuk dan karena-Nya.
Wanita Sholeha
Kemuliaan wanita shalihah digambarkan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah". (HR. Muslim).
----------
Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri.
Mulialah wanita shalihah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan. Jika ia wafat, Allah akan menjadikannya bidadari di surga. Kemuliaan wanita shalihah digambarkan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah". (HR. Muslim).
Dalam Al-Quran surat An-Nur: 30-31, Allah Swt. memberikan gambaran wanita shalihah sebagai wanita yang senantiasa mampu menjaga pandangannya. Ia selalu taat kepada Allah dan Rasul Nya. Make up- nya adalah basuhan air wudhu. Lipstiknya adalah dzikir kepada Allah. Celak matanya adalah memperbanyak bacaan Al-Quran.
Wanita shalihah sangat memperhatikan kualitas kata-katanya. Tidak ada dalam sejarahnya seorang wanita shalihah centil, suka jingkrak-jingkrak, dan menjerit-jerit saat mendapatkan kesenangan. Ia akan sangat menjaga setiap tutur katanya agar bernilai bagaikan untaian intan yang penuh makna dan bermutu tinggi. Dia sadar betul bahwa kemuliaannya bersumber dari kemampuannya menjaga diri (iffah).
Wanita shalihah itu murah senyum. Baginya, senyum adalah shadaqah. Namun, senyumnya tetap proporsional. Tidak setiap laki-laki yang dijumpainya diberikan senyuman manis. Senyumnya adalah senyum ibadah yang ikhlas dan tidak menimbulkan fitnah bagi orang lain.
Wanita shalihah juga pintar dalam bergaul. Dengan pergaulan itu, ilmunya akan terus bertambah. Ia akan selalu mengambil hikmah dari orang-orang yang ia temui. Kedekatannya kepada Allah semakin baik dan akan berbuah kebaikan bagi dirinya maupun orang lain.
Ia juga selalu menjaga akhlaknya. Salah satu ciri bahwa imannya kuat adalah kemampuannya memelihara rasa malu. Dengan adanya rasa malu, segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkontrol. Ia tidak akan berbuat sesuatu yang menyimpang dari bimbingan Al-Quran dan Sunnah. Ia sadar bahwa semakin kurang iman seseorang, makin kurang rasa malunya. Semakin kurang rasa malunya, makin buruk kualitas akhlaknya.
Pada prinsipnya, wanita shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Rambu-rambu kemuliaannya bukan dari aneka aksesoris yang ia gunakan. Justru ia selalu menjaga kecantikan dirinya agar tidak menjadi fitnah bagi orang lain. Kecantikan satu saat bisa jadi anugerah yang bernilai. Tapi jika tidak hati-hati, kecantikan bisa jadi sumber masalah yang akan menyulitkan pemiliknya sendiri.
Saat mendapat keterbatasan fisik pada dirinya, wanita shalihah tidak akan pernah merasa kecewa dan sakit hati. Ia yakin bahwa kekecewaan adalah bagian dari sikap kufur nikmat. Dia tidak akan merasa minder dengan keterbatasannya. Pribadinya begitu indah sehingga make up apa pun yang dipakainya akan memancarkan cahaya kemuliaan. Bahkan, kalaupun ia "polos" tanpa make up sedikit pun, kecantikan jiwanya akan tetap terpancar dan menyejukkan hati orang-orang di sekitarnya.
Jika ingin menjadi wanita shalihah, maka belajarlah dari lingkungan sekitar dan orang-orang yang kita temui. Ambil ilmunya dari mereka. Bahkan kita bisa mencontoh istri-istri Rasulullah Saw. seperti Aisyah. Ia terkenal dengan kekuatan pikirannya. Seorang istri seperti beliau bisa dijadikan gudang ilmu bagi suami dan anak-anak.
Contoh pula Siti Khadijah, figur istri shalihah penentram batin, pendukung setia, dan penguat semangat suami dalam berjuang di jalan Allah Swt. Beliau berkorban harta, kedudukan, dan dirinya demi membela perjuangan Rasulullah. Begitu kuatnya kesan keshalihahan Khadijah, hingga nama beliau banyak disebut-sebut oleh Rasulullah walau Khadijah sendiri sudah meninggal. Bisa jadi wanita shalihah muncul dari sebab keturunan. Seorang pelajar yang baik akhlak dan tutur katanya, bisa jadi gambaran seorang ibu yang mendidiknya menjadi manusia berakhlak. Sulit membayangkan, seorang wanita shalihah ujug-ujug muncul tanpa didahului sebuah proses. Di sini, faktor keturunan memainkan peran. Begitu pun dengan pola pendidikan, lingkungan, keteladanan, dan lain-lain. Apa yang tampak, bisa menjadi gambaran bagi sesuatu yang tersembunyi.
Banyak wanita bisa sukses. Namun tidak semua bisa shalihah. Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri. Tidak akan rugi jika seorang remaja putri menjaga sikapnya saat mereka berinteraksi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Bertemanlah dengan orang-orang yang akan menambah kualitas ilmu, amal, dan ibadah kita. Ada sebuah ungkapan mengatakan, "Jika kita ingin mengenal pribadi seseorang maka lihatlah teman-teman di sekelilingnya."
Peran wanita shalihah sangat besar dalam keluarga, bahkan negara. Kita pernah mendengar bahwa di belakang seorang pemimpin yang sukses ada seorang wanita yang sangat hebat. Jika wanita shalihah ada di belakang para lelaki di dunia ini, maka berapa banyak kesuksesan yang akan diraih. Selama ini, wanita hanya ditempatkan sebagai pelengkap saja, yaitu hanya mendukung dari belakang, tanpa peran tertentu yang serius. Wanita adalah tiang Negara. Bayangkanlah, jika tiang penopang bangunan itu rapuh, maka sudah pasti bangunannya akan roboh dan rata dengan tanah. Tidak akan ada lagi yang tersisa kecuali puing-puing yang nilainya tidak seberapa. Kita tinggal memilih, apakah akan menjadi tiang yang kuat atau tiang yang rapuh? Jika ingin menjadi tiang yang kuat, kaum wanita harus terus berusaha menjadi wanita shalihah dengan mencontoh pribadi istri-istri Rasulullah.
Dengan terus berusaha menjaga kehormatan diri dan keluarga serta memelihara farji-nya, maka pesona wanita shalihah akan melekat pada diri kaum wanita kita.
jadi wanita solehah tidaklah mudah bagi remaja sekarang ini,karena pergaulan yang terlalu bebas dan rasa malupun sudah tidak berarti lagi.mungkin ini kesadaran diri sendiri untuk menjdi lebih baik dan dorongan dari lingkungan pun sangat penting,,,bagi remaja-remaja muslim mulai sekarang bangkit dan semangatlah untuk menjadi peribadi muslimah yang sejati yaitu muslim yang salehah...amien.
----------
Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri.
Mulialah wanita shalihah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan. Jika ia wafat, Allah akan menjadikannya bidadari di surga. Kemuliaan wanita shalihah digambarkan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah". (HR. Muslim).
Dalam Al-Quran surat An-Nur: 30-31, Allah Swt. memberikan gambaran wanita shalihah sebagai wanita yang senantiasa mampu menjaga pandangannya. Ia selalu taat kepada Allah dan Rasul Nya. Make up- nya adalah basuhan air wudhu. Lipstiknya adalah dzikir kepada Allah. Celak matanya adalah memperbanyak bacaan Al-Quran.
Wanita shalihah sangat memperhatikan kualitas kata-katanya. Tidak ada dalam sejarahnya seorang wanita shalihah centil, suka jingkrak-jingkrak, dan menjerit-jerit saat mendapatkan kesenangan. Ia akan sangat menjaga setiap tutur katanya agar bernilai bagaikan untaian intan yang penuh makna dan bermutu tinggi. Dia sadar betul bahwa kemuliaannya bersumber dari kemampuannya menjaga diri (iffah).
Wanita shalihah itu murah senyum. Baginya, senyum adalah shadaqah. Namun, senyumnya tetap proporsional. Tidak setiap laki-laki yang dijumpainya diberikan senyuman manis. Senyumnya adalah senyum ibadah yang ikhlas dan tidak menimbulkan fitnah bagi orang lain.
Wanita shalihah juga pintar dalam bergaul. Dengan pergaulan itu, ilmunya akan terus bertambah. Ia akan selalu mengambil hikmah dari orang-orang yang ia temui. Kedekatannya kepada Allah semakin baik dan akan berbuah kebaikan bagi dirinya maupun orang lain.
Ia juga selalu menjaga akhlaknya. Salah satu ciri bahwa imannya kuat adalah kemampuannya memelihara rasa malu. Dengan adanya rasa malu, segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkontrol. Ia tidak akan berbuat sesuatu yang menyimpang dari bimbingan Al-Quran dan Sunnah. Ia sadar bahwa semakin kurang iman seseorang, makin kurang rasa malunya. Semakin kurang rasa malunya, makin buruk kualitas akhlaknya.
Pada prinsipnya, wanita shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Rambu-rambu kemuliaannya bukan dari aneka aksesoris yang ia gunakan. Justru ia selalu menjaga kecantikan dirinya agar tidak menjadi fitnah bagi orang lain. Kecantikan satu saat bisa jadi anugerah yang bernilai. Tapi jika tidak hati-hati, kecantikan bisa jadi sumber masalah yang akan menyulitkan pemiliknya sendiri.
Saat mendapat keterbatasan fisik pada dirinya, wanita shalihah tidak akan pernah merasa kecewa dan sakit hati. Ia yakin bahwa kekecewaan adalah bagian dari sikap kufur nikmat. Dia tidak akan merasa minder dengan keterbatasannya. Pribadinya begitu indah sehingga make up apa pun yang dipakainya akan memancarkan cahaya kemuliaan. Bahkan, kalaupun ia "polos" tanpa make up sedikit pun, kecantikan jiwanya akan tetap terpancar dan menyejukkan hati orang-orang di sekitarnya.
Jika ingin menjadi wanita shalihah, maka belajarlah dari lingkungan sekitar dan orang-orang yang kita temui. Ambil ilmunya dari mereka. Bahkan kita bisa mencontoh istri-istri Rasulullah Saw. seperti Aisyah. Ia terkenal dengan kekuatan pikirannya. Seorang istri seperti beliau bisa dijadikan gudang ilmu bagi suami dan anak-anak.
Contoh pula Siti Khadijah, figur istri shalihah penentram batin, pendukung setia, dan penguat semangat suami dalam berjuang di jalan Allah Swt. Beliau berkorban harta, kedudukan, dan dirinya demi membela perjuangan Rasulullah. Begitu kuatnya kesan keshalihahan Khadijah, hingga nama beliau banyak disebut-sebut oleh Rasulullah walau Khadijah sendiri sudah meninggal. Bisa jadi wanita shalihah muncul dari sebab keturunan. Seorang pelajar yang baik akhlak dan tutur katanya, bisa jadi gambaran seorang ibu yang mendidiknya menjadi manusia berakhlak. Sulit membayangkan, seorang wanita shalihah ujug-ujug muncul tanpa didahului sebuah proses. Di sini, faktor keturunan memainkan peran. Begitu pun dengan pola pendidikan, lingkungan, keteladanan, dan lain-lain. Apa yang tampak, bisa menjadi gambaran bagi sesuatu yang tersembunyi.
Banyak wanita bisa sukses. Namun tidak semua bisa shalihah. Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri. Tidak akan rugi jika seorang remaja putri menjaga sikapnya saat mereka berinteraksi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Bertemanlah dengan orang-orang yang akan menambah kualitas ilmu, amal, dan ibadah kita. Ada sebuah ungkapan mengatakan, "Jika kita ingin mengenal pribadi seseorang maka lihatlah teman-teman di sekelilingnya."
Peran wanita shalihah sangat besar dalam keluarga, bahkan negara. Kita pernah mendengar bahwa di belakang seorang pemimpin yang sukses ada seorang wanita yang sangat hebat. Jika wanita shalihah ada di belakang para lelaki di dunia ini, maka berapa banyak kesuksesan yang akan diraih. Selama ini, wanita hanya ditempatkan sebagai pelengkap saja, yaitu hanya mendukung dari belakang, tanpa peran tertentu yang serius. Wanita adalah tiang Negara. Bayangkanlah, jika tiang penopang bangunan itu rapuh, maka sudah pasti bangunannya akan roboh dan rata dengan tanah. Tidak akan ada lagi yang tersisa kecuali puing-puing yang nilainya tidak seberapa. Kita tinggal memilih, apakah akan menjadi tiang yang kuat atau tiang yang rapuh? Jika ingin menjadi tiang yang kuat, kaum wanita harus terus berusaha menjadi wanita shalihah dengan mencontoh pribadi istri-istri Rasulullah.
Dengan terus berusaha menjaga kehormatan diri dan keluarga serta memelihara farji-nya, maka pesona wanita shalihah akan melekat pada diri kaum wanita kita.
jadi wanita solehah tidaklah mudah bagi remaja sekarang ini,karena pergaulan yang terlalu bebas dan rasa malupun sudah tidak berarti lagi.mungkin ini kesadaran diri sendiri untuk menjdi lebih baik dan dorongan dari lingkungan pun sangat penting,,,bagi remaja-remaja muslim mulai sekarang bangkit dan semangatlah untuk menjadi peribadi muslimah yang sejati yaitu muslim yang salehah...amien.
MENJADI KEKASIH ALLOH S.W.T.
Pernah suatu hari Ali bin Abi Thalib menangis, ketika ditanya sebab apa menantu Rasulullah itu menangis, ia menjawab, “Sudah satu minggu tak ada seorang tamu pun yang datang kepadaku untuk meminta sesuatu. Aku khawatir Allah sedang menghinakan aku”.
Karakter seperti Ali bin Abi Thalib ini memang terbilang langka dan unik. Kebanyakan orang justru menghindar dan bersembunyi kalau ada orang yang datang ke rumahnya hendak meminta bantuan. Misalnya saja mereka yang dari balik pagar rumahnya berteriak, “Maaf, tidak ada orangnya” kepada para pengemis yang berdiri mematung di depan pagar. Padahal boleh jadi pengemis tua itu benar-benar memerlukan bantuan.
Memang dipandang dari sisi kita, nampaknya pengemis tua renta itu yang memerlukan pertolongan. Namun dilihat dari sudut yang berbeda, sesungguhnya kitalah yang memerlukan pengemis atau siapapun dari kaum dhuafa itu karena merekalah kunci surga yang ditebarkan Allah di muka bumi. Seperti ditegaskan Rasulullah dalam satu haditsnya, “Segala sesuatu ada kuncinya, dan kunci surga adalah mencintai orang-orang miskin” (HR Ad Daruqutni dan Ibnu Hiban).
Kepada isterinya, Rasulullah pernah berpesan, “Wahai Aisyah, cintailah orang miskin dan akrablah dengan mereka, supaya Allah pun akrab juga dengan engkau pada hari kiamat” (HR Al Hakim). Dalam hadits lain, Nabi Allah pun berkata, “Allah semakin memperbanyak kenikmatan-Nya kepada seseorang karena ia banyak dibutuhklan orang lain. Barangsiapa enggan memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang lain berarti ia telah merelakan lenyapnya kenikmatan bagi dirinya” (HR Baihaqi).
Banyak hal yang bisa kita perbuat guna membantu dan meringankan beban orang lain di sekeliling kita. Sebanyak orang-orang lemah (dhuafa) yang bertebaran di sekitar kehidupan kita. Coba perhatikan, di sudut-sudut jalan, atau kemana pun wajah ini dihadapkan akan mudah terlihat beragam golongan kaum dhuafa. Jika kita sedikit ‘gerah’ dengan aksi orang yang berpura-pura menjadi pengemis, alihkan pandangan kita ke rumah-rumah yatim piatu. Atau menjenguk ke rumah sakit untuk melihat betapa banyaknya orang-orang sakit yang kebingungan membayar biaya perawatan. Sesungguhnya, di luar rumah sakit masih lebih banyak orang yang meregang nyawa tanpa pertolongan karena tidak memiliki biaya sedikitpun untuk pergi ke dokter atau rumah sakit.
Jika tidak berupa materi karena kondisi kita pun dalam kesempitan, tetap saja kita tidak kehilangan kesempatan untuk berbuat sesuatu untuk orang lain. Bantuan materi tak melulu harus dari kantong kita, jika tak mampu. Maka bantulah orang yang mampu untuk menemukan kunci-kunci surga itu, dengan cara memberikan informasi tempat-tempat dan orang yang membutuhkan pertolongan. Dengan demikian, kita telah menjadi perantara bagi keduanya, yang menolong dan yang ditolong.
Allah SWT bertanya kepada Nabi Ibrahim alaihi salam, “Tahukah kamu mengapa Aku memberi gelar kepadamu Khalilullah –kekasih Allah? Nabi Ibrahim menjawab; Tidak tahu ya Rabb! Lalu Allah menegaskan, Lantaran kamu suka memberi makan orang-orang miskin dan shalat dikala orang lain sedang tertidur lelap”
Maka sesungguhnya, tidak hanya Ibrahim alaihi salam yang mampu merebut gelar itu dari Allah. Setiap hamba memiliki kesempatan yang sama dengan Ibrahim untuk menjadi kekasih Allah. Caranya seperti yang dilakukan Nabi Allah itu, suka memberi makan orang miskin dan bangun di waktu malam untuk bermunajat kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW dalam hadits lain mengatakan, “Orang yang bekerja keras untuk membantu janda dan orang miskin adalah seperti pejuang di jalan Allah atau seperti orang yang terus menerus shalat malam atau terus berpuasa (HR. Muslim). Artinya, memberi sesuatu kepada kaum dhuafa memiliki nilai yang sama dengan berjihad di jalan Allah, sayangnya hal ini seringkali tidak kita sadari. Sudahlah kerap lalai qiyamullail, membantu orang miskin pun tidak kita lakukan.
Khalifah Umar bin Khattab, salah seorang sahabat yang memberi contoh nyata bagaimana berupaya menjadi kekasih Allah. Pernah suatu malam Auza’iy ‘memergoki’ Khalifah Umar masuk rumah seseorang. Ketika keesokan harinya Auza’iy datang ke rumah itu, ternyata penghuninya seorang janda tua yang buta dan sedang menderita sakit. Janda itu mengatakan, bahwa tiap malam ada orang yang datang ke rumahnya untuk mengirim makanan dan obat-obatan. Tetapi janda tua itu tidak pernah tahu siapa orang tersebut! Padahal orang yang mengunjunginya tiap malam tersebut tak lain adalah adalah khalifah yang selama ini sangat ia kagumi.
Pada suatu malam lainnya ketika Khalifah Umar berjalan-jalan di pinggir kota, tiba-tiba ia mendengar rintihan seorang wanita dari dalam sebuah tenda yang lusuh. Ternyata yang merintih itu seorang wanita yang akan melahirkan. Di sampingnya, duduk suaminya yang tengah kebingungan. Maka pulanglah sang Khalifah ke rumahnya untuk membawa isterinya, Ummu Kalsum, untuk menolong wanita yang akan melahirkan anak itu. Tetapi wanita yang ditolongnya itu pun tidak tahu bahwa orang yang menolongnya dirinya adalah Khalifah Umar, Amirul Mukminin yang mereka cintai.
Pada kisah lainnya, Khalifah Umar berjalan di tengah malam berkeliling perkampungan untuk mengetahui kondisi rakyatnya. Kemudian ia mendapati sebuah gubuk reot dan terdengar suara tangis anak-anak di dalamnya. Dari celah gubuk reot itu ia melihat seorang ibu yang tengah berusaha menenangkan anaknya yang menangis karena kelaparan. Rupanya anaknya menangis karena kelaparan sementara sang ibu tidak memiliki apapun untuk dimasak malam itu.
Umar mendengar si Ibu berkata kepada anaknya, “Berhentilah menangis, sebentar lagi makanannya matang”. Namun kemudian Umar terperanjat ketika melihat bahwa yang dimasak oleh ibu itu adalah sebuah batu. Sandiwara sang ibu yang berpura-pura memasak itu hanya untuk meredam tangis anaknya yang tak henti karena rasa lapar. Melihat pemandangan itu Umar sangat sedih dan merasa berdosa. Ditemani pengawalnya, Umar pergi ke gudang penyimpanan makanan negara dan mengangkut sendiri karung gandum itu.
“Ijinkanlah saya yang akan membawa dan memanggul gandum itu,” pinta sang pengawal. “Biarlah aku yang mengangkat dan memanggul gandum ini. Ini adalah tanggung jawabku. Dan aku akan menebus dosa-dosaku yang telah menyengsarakan rakyatku,” kilah Umar bin Khattab.
Di masa sekarang, mungkin terdengar aneh kalau ada kasus orang yang memasak batu karena kelaparan. Tetapi kita pun tak bisa menutup mata atas beberapa peristiwa yang pernah terungkap di media massa berkenaan dengan kemiskinan. Tentang seorang anak Sekolah Dasar yang mencoba bunuh diri karena tidak punya buku pelajaran, tentang sekeluarga di Makassar yang meninggal karena kelaparan, atau jutaan orang yang terjerat hutang dan jatuh dalam rantai baja rentenir.
Insya Allah, banyak kesempatan untuk menjadi kekasih Allah di masa kini. Segera ambil kesempatan ini, atau orang lain yang merebutnya dari depan mata kita. (syaikh aufha mohammad)
Karakter seperti Ali bin Abi Thalib ini memang terbilang langka dan unik. Kebanyakan orang justru menghindar dan bersembunyi kalau ada orang yang datang ke rumahnya hendak meminta bantuan. Misalnya saja mereka yang dari balik pagar rumahnya berteriak, “Maaf, tidak ada orangnya” kepada para pengemis yang berdiri mematung di depan pagar. Padahal boleh jadi pengemis tua itu benar-benar memerlukan bantuan.
Memang dipandang dari sisi kita, nampaknya pengemis tua renta itu yang memerlukan pertolongan. Namun dilihat dari sudut yang berbeda, sesungguhnya kitalah yang memerlukan pengemis atau siapapun dari kaum dhuafa itu karena merekalah kunci surga yang ditebarkan Allah di muka bumi. Seperti ditegaskan Rasulullah dalam satu haditsnya, “Segala sesuatu ada kuncinya, dan kunci surga adalah mencintai orang-orang miskin” (HR Ad Daruqutni dan Ibnu Hiban).
Kepada isterinya, Rasulullah pernah berpesan, “Wahai Aisyah, cintailah orang miskin dan akrablah dengan mereka, supaya Allah pun akrab juga dengan engkau pada hari kiamat” (HR Al Hakim). Dalam hadits lain, Nabi Allah pun berkata, “Allah semakin memperbanyak kenikmatan-Nya kepada seseorang karena ia banyak dibutuhklan orang lain. Barangsiapa enggan memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang lain berarti ia telah merelakan lenyapnya kenikmatan bagi dirinya” (HR Baihaqi).
Banyak hal yang bisa kita perbuat guna membantu dan meringankan beban orang lain di sekeliling kita. Sebanyak orang-orang lemah (dhuafa) yang bertebaran di sekitar kehidupan kita. Coba perhatikan, di sudut-sudut jalan, atau kemana pun wajah ini dihadapkan akan mudah terlihat beragam golongan kaum dhuafa. Jika kita sedikit ‘gerah’ dengan aksi orang yang berpura-pura menjadi pengemis, alihkan pandangan kita ke rumah-rumah yatim piatu. Atau menjenguk ke rumah sakit untuk melihat betapa banyaknya orang-orang sakit yang kebingungan membayar biaya perawatan. Sesungguhnya, di luar rumah sakit masih lebih banyak orang yang meregang nyawa tanpa pertolongan karena tidak memiliki biaya sedikitpun untuk pergi ke dokter atau rumah sakit.
Jika tidak berupa materi karena kondisi kita pun dalam kesempitan, tetap saja kita tidak kehilangan kesempatan untuk berbuat sesuatu untuk orang lain. Bantuan materi tak melulu harus dari kantong kita, jika tak mampu. Maka bantulah orang yang mampu untuk menemukan kunci-kunci surga itu, dengan cara memberikan informasi tempat-tempat dan orang yang membutuhkan pertolongan. Dengan demikian, kita telah menjadi perantara bagi keduanya, yang menolong dan yang ditolong.
Allah SWT bertanya kepada Nabi Ibrahim alaihi salam, “Tahukah kamu mengapa Aku memberi gelar kepadamu Khalilullah –kekasih Allah? Nabi Ibrahim menjawab; Tidak tahu ya Rabb! Lalu Allah menegaskan, Lantaran kamu suka memberi makan orang-orang miskin dan shalat dikala orang lain sedang tertidur lelap”
Maka sesungguhnya, tidak hanya Ibrahim alaihi salam yang mampu merebut gelar itu dari Allah. Setiap hamba memiliki kesempatan yang sama dengan Ibrahim untuk menjadi kekasih Allah. Caranya seperti yang dilakukan Nabi Allah itu, suka memberi makan orang miskin dan bangun di waktu malam untuk bermunajat kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW dalam hadits lain mengatakan, “Orang yang bekerja keras untuk membantu janda dan orang miskin adalah seperti pejuang di jalan Allah atau seperti orang yang terus menerus shalat malam atau terus berpuasa (HR. Muslim). Artinya, memberi sesuatu kepada kaum dhuafa memiliki nilai yang sama dengan berjihad di jalan Allah, sayangnya hal ini seringkali tidak kita sadari. Sudahlah kerap lalai qiyamullail, membantu orang miskin pun tidak kita lakukan.
Khalifah Umar bin Khattab, salah seorang sahabat yang memberi contoh nyata bagaimana berupaya menjadi kekasih Allah. Pernah suatu malam Auza’iy ‘memergoki’ Khalifah Umar masuk rumah seseorang. Ketika keesokan harinya Auza’iy datang ke rumah itu, ternyata penghuninya seorang janda tua yang buta dan sedang menderita sakit. Janda itu mengatakan, bahwa tiap malam ada orang yang datang ke rumahnya untuk mengirim makanan dan obat-obatan. Tetapi janda tua itu tidak pernah tahu siapa orang tersebut! Padahal orang yang mengunjunginya tiap malam tersebut tak lain adalah adalah khalifah yang selama ini sangat ia kagumi.
Pada suatu malam lainnya ketika Khalifah Umar berjalan-jalan di pinggir kota, tiba-tiba ia mendengar rintihan seorang wanita dari dalam sebuah tenda yang lusuh. Ternyata yang merintih itu seorang wanita yang akan melahirkan. Di sampingnya, duduk suaminya yang tengah kebingungan. Maka pulanglah sang Khalifah ke rumahnya untuk membawa isterinya, Ummu Kalsum, untuk menolong wanita yang akan melahirkan anak itu. Tetapi wanita yang ditolongnya itu pun tidak tahu bahwa orang yang menolongnya dirinya adalah Khalifah Umar, Amirul Mukminin yang mereka cintai.
Pada kisah lainnya, Khalifah Umar berjalan di tengah malam berkeliling perkampungan untuk mengetahui kondisi rakyatnya. Kemudian ia mendapati sebuah gubuk reot dan terdengar suara tangis anak-anak di dalamnya. Dari celah gubuk reot itu ia melihat seorang ibu yang tengah berusaha menenangkan anaknya yang menangis karena kelaparan. Rupanya anaknya menangis karena kelaparan sementara sang ibu tidak memiliki apapun untuk dimasak malam itu.
Umar mendengar si Ibu berkata kepada anaknya, “Berhentilah menangis, sebentar lagi makanannya matang”. Namun kemudian Umar terperanjat ketika melihat bahwa yang dimasak oleh ibu itu adalah sebuah batu. Sandiwara sang ibu yang berpura-pura memasak itu hanya untuk meredam tangis anaknya yang tak henti karena rasa lapar. Melihat pemandangan itu Umar sangat sedih dan merasa berdosa. Ditemani pengawalnya, Umar pergi ke gudang penyimpanan makanan negara dan mengangkut sendiri karung gandum itu.
“Ijinkanlah saya yang akan membawa dan memanggul gandum itu,” pinta sang pengawal. “Biarlah aku yang mengangkat dan memanggul gandum ini. Ini adalah tanggung jawabku. Dan aku akan menebus dosa-dosaku yang telah menyengsarakan rakyatku,” kilah Umar bin Khattab.
Di masa sekarang, mungkin terdengar aneh kalau ada kasus orang yang memasak batu karena kelaparan. Tetapi kita pun tak bisa menutup mata atas beberapa peristiwa yang pernah terungkap di media massa berkenaan dengan kemiskinan. Tentang seorang anak Sekolah Dasar yang mencoba bunuh diri karena tidak punya buku pelajaran, tentang sekeluarga di Makassar yang meninggal karena kelaparan, atau jutaan orang yang terjerat hutang dan jatuh dalam rantai baja rentenir.
Insya Allah, banyak kesempatan untuk menjadi kekasih Allah di masa kini. Segera ambil kesempatan ini, atau orang lain yang merebutnya dari depan mata kita. (syaikh aufha mohammad)
Menggapai Kebahagiaan
Setiap hari kita mendengarkan adzan setidaknya sebanyak lima kali. Dalam adzan ada lafazh “Hayya ‘alal falah”. Al-Falah dapat berarti kemenangan, kesuksesan, kebahagiaan, kejayaan, keberhasilan, dsb. Bagaimana menggapainya?
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. [QS. Al-'Ashr]
Merugilah manusia yang telah diberikan waktu dan kehidupan, namun tidak memanfaatkannya di jalan kebaikan dan kebenaran. Hanya orang-orang yang mengisi kehidupannya dalam optimisme, beramal shalih, bekerja dan berusaha dengan baik dan benar, kemudian saling menguatkan, saling memotivasi kepada jalan kebenaran serta memotivasi untuk tetap sabar dan setia pada kebaikan, itulah yang menggapai kebahagiaan haqiqi. Kebahagiaan yang lebih besar dari sekedar materi dunia dan seisinya. Karena orang yang tetap sabar dalam kebaikan akan memperoleh tidak hanya materi atau pun dunia dan segala isinya, tetapi juga nilai-nilai, hal-hal immateril, segala apa yang terkandung dalam jiwa yang luhur, serta menjadi dekat dengan Allah. Orang yang setia kepada kebaikan haqiqi akan menjadi kekasih Allah SubhanaHu wa Ta’ala. Inilah kebahagian sejati yang abadi.
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. [QS. Al-'Ashr]
Merugilah manusia yang telah diberikan waktu dan kehidupan, namun tidak memanfaatkannya di jalan kebaikan dan kebenaran. Hanya orang-orang yang mengisi kehidupannya dalam optimisme, beramal shalih, bekerja dan berusaha dengan baik dan benar, kemudian saling menguatkan, saling memotivasi kepada jalan kebenaran serta memotivasi untuk tetap sabar dan setia pada kebaikan, itulah yang menggapai kebahagiaan haqiqi. Kebahagiaan yang lebih besar dari sekedar materi dunia dan seisinya. Karena orang yang tetap sabar dalam kebaikan akan memperoleh tidak hanya materi atau pun dunia dan segala isinya, tetapi juga nilai-nilai, hal-hal immateril, segala apa yang terkandung dalam jiwa yang luhur, serta menjadi dekat dengan Allah. Orang yang setia kepada kebaikan haqiqi akan menjadi kekasih Allah SubhanaHu wa Ta’ala. Inilah kebahagian sejati yang abadi.
Langganan:
Postingan (Atom)